Mimpi Tak Mengenal Batas Teratas

sumber : Google 

 Bila dapat mempikannya, kau dapat melakukannya Walt Disney


Seandainya saja tahun lalu kamu bisa menyusuri lorong sekolah hingga ujung kelasku dan melihat kedalamnya, maka kamu akan meliihat banyak sekali bentuk awan yang bergelantungan di langit-langit kelasku. Tercantol pada tali pancing dan penjepit kertas, awan-awan itu menari-nari dihembus angin. Dan disetiap awan ada sebuah mimpi. Secara visual, karya itu menarik. Tinta spidol biru diatas poster kertas berbentuk awan yang kontras dengan langit-langit berwarna putih bersih menambah warna-warni menarik ruangan itu. Terkadang awan-awan ini menari-nari dan berputar-putar perlahan. Bila kipas angin di ruangan itu dinyalakan, sebagian awan itu akan menari kesana dan kemari.
ketika aku duduk sendirian dikelas dan memandang awan-awan itu,  temanku, Vin datang dan bertanya padaku.

“mengapa kamu menulis ‘hakim’ pada awanmu?”.
Lalu aku tersenyum dan menjawabnya “aku ingin berperilaku adil pada semua orang, kamu sendiri kenapa menuliskan ‘kaki’ diawanmu?”.
“aku ingin bisa berjalan seperti kalian, sepertimu. Aku tidak butuh sepatu baru, aku hanya ingin normal sepertimu. Apa aku terlalu berlebihan?” jawabnya
“oh maaf, tapi kitakan sedang membicarakan mimpi...” belum selesai aku berbicara, dia sudah memotongnya.
“ya, tapi itulah mimpiku, tapi mungkin ini takdirku” jawabnya lagi.

     Lalu Vin, berjalan menuju awan-awan itu dan ia ambil awannya, dan menggantikannya dengan yang baru dan bertuliskan “saudagar”. Dan belum aku bertanya ia sudah berkata, seakan-akan ia dapat membaca pikiranku.

“aku ingin jadi saudagar seperti pamanku, saudagar tidak perlu kaki.” Ia tersenyum lalu keluar dari kelas.
Lalu aku bertanya-tanya dalam hati “saudagar butuh apa? Bagaimana dia berjualan bila tak memiliki kaki?”

Saat 20 tahun kemudian, aku tak sengaja bertemu dengan temanku, Vin, anehnya dia bisa berdiri bahkan berjalan. Dia tidak cacat lagi! Lalu ia membawaku kesebuah toko ‘Vin Store’ dan aku bertanya pada dirinya.

“hai, toko ini seperti namamu dan bagimana kamu bisa seperti ini? ”. Kataku.
“ini tokoku, berkat tokoku yang maju, aku bisa membeli sepasang kaki buat diriku sendiri” ujarnya.
“wow kau hebat sekali Vin! Aku iri padamu, aku tidak bisa menjadi hakim.. aku masih mencari pekerjaan. Aku ini tidak berguna” ujarku.
Vin lalu menepuk bahuku dan berkata “kau harus tekun menjalani suatu pekerjaan, kejarlah mimpi. Gunakan kedua kakimu. Aku cacat tapi cacat bukan penghalang untuk mengejar mimpiku. Kau normal, kegagalanmu jangan dijadikan alasan! Kau tak boleh putus asa ! Kau paham kan maksudku?”
Lalu aku menggangguk menandakan paham.

Vin memang butuh kaki, tetapi menjadi saudagar tidak memerlukan kaki, mereka mengandalkan ketekukan mereka dalam menjalaninya, akhirnya Vin dapat membeli sepasang kaki untuk dirinya sendiri dan ia bisa melakukan aktivitas apa saja tanpa kursi rodanya.

Setahun kemudian, aku mendapat pekerjaan menjadi Event Organizer. Lalu, aku mengundang Vin untuk merayakan atas keberhasilanku. Kami semua senang, Saat aku tak mampu menahan beban hidup, aku selalu mengingat-ingat ucapan Vin, ucapan-ucapan ia seakan-akan membiusku dan memberiku semangat. Terima Kasih Vin.

Post a Comment

0 Comments